Jumat, 31 Januari 2014

Ciptaan Allah bernama IBU

Sudah lama rasanya nggak nge-blog, nggak nulis.. ini karena nggak baca buku. Nggak baca buku berarti nggak dapat inspirasi. Atau, kalaupun dapat inspirasi, nggak sempat dituliskan.. Nah, itulah kalau komitmen dilanggar :(

Tapi, ini pun ada hikmahnya. Hikmahnya adalah, betapa hebatnya mahluk ciptaan Allah bernama IBU.

Saya menulis ini bukan untuk menyanjung diri sendiri. Tapi terutama untuk Ibu Saya, dan para Ibu di seluruh dunia yang SETIA - memandikan sendiri anaknya, menyusui sendiri dari payudaranya, membersihkan anaknya selepas BAB, bahkan ikut-ikutan menjadi seperti anak kecil demi 'satu frekuensi' dengan anaknya. Saya bersyukur, diberi Allah kesempatan merasakan ini semua.

Melahirkan
Jika para Ibu di luar sana merasakan nikmatnya berjihad melahirkan secara normal, Saya harus tetap bersyukur karena Allah mentakdirkan Saya melahirkan secara cesar. Dalam sejarah keluarga besar Saya, tidak pernah ada cerita melahirkan selain cara normal, karena Alhamdulillah tidak pernah terjadi komplikasi kehamilan sehingga keluarga besar mulai dari pihak Saya maupun Suami, semuanya normal. Maka Saya pun cukup percaya diri bahwa insyaAllah Saya akan  melahirkan secara normal. Saya bahkan mengikuti senam hamil dan 'manut' pada Ibu mertua yang 'menjamoni' (memberi jamu-jamu) Saya dengan telor mentah dan minyak kelapa. Kata Beliau, untuk kekuatan ketika melahirkan.

Saya mengalami happy pregnancy deh pokoknya, tri semester pertama yang biasanya para calon Ibu mual muntah - Saya enggak sama sekali. Nggak ada makanan atau sesuatu yang bikin mal atau muntah. Saya pun masih terus ikut kuliah dan mempersiapkan proposal tesis. Bahkan ke kampus pun Saya masih naik motor sendiri sampai usia kehamilan 9 bulan.Aktivitas selain kuliah pun tetap seperti biasa, di usia kehamilah 7 bulan, malah jadi Ketua Panitia sebuah acara yang bikin Saya nggak sempat makan dan dari pagi minum sari kacang ijo sampai habis 10 gelas, lebih mungkin. Pokoknya Alhamdulillah lancarr deh, cuma gampang capek aja. Ohya ding, pernah sedih waktu usia kehamilan 9 bulan, waktu itu masa-masa UAS, Saya naik motor ke rental komputer untuk nge-print (karena print di rumah sedang ngadat) tugas UAS. Karena motor spacy yang berat dan jalan yang turun, Saya pun terjatuh ketika berusaha menurunkan motor. Fatih di dalem perut waktu itu terasa sekali ikut tegang. Tidak ada yang sakit,tapi Saya sungguh khawatir akan kehamilan Saya waktu itu. Saya yang masih kuat untuk naik motor, dengan tangan gemetar nggak jadi berangkat UAS ke kampus. Saya memutuskan segera pulang dan minta diantar Ibu ke RS untuk periksa.Bidan di RS saat itu menanyakan pertanyaan yang buat Saya sedikit hati.

"Jatuh darimana Bu?" tanya Bidan dengan nada tanya agak ketus, cuek.
"Dari motor..". Saya hampir meneteskan airmata karenaperasaan bersalah, khawatir ada apa2 dengan calon adek bayi.
"Jatuh sendiri atau gimana?"
"Saya mau nurunin motor, karena terlalu berat dan jalan menurun, Saya jatuh"
"Ibu naik motor sendiri??" tanyanya kaget.
"Iya...."
"Suaminya kemana Bu?". Nah ini pertanyaan paling menyebalkan, seolah Suami Saya orang yang tidak bertanggung jawab.
" Kerja." jawab Saya cuek juga. Kalau boleh jawab lengkap, "Ya kerjalah mbak mbak!"

Alhamdulillah Fatih nggakpapa, pasca itu Saya dilarang naik motor lagi. Sebelum berangkat Ibu Saya memang punya firasat nggak enak katanya.

HPL jatuh pada tanggal 8 Januari 2012, tepat setahun setelah Walimah 8 Januari 2011 :). H-1 hari saya masih pergi-pergi beraktifitas. Malah ketika HPL tiba, Saya jadi panitia di sebuah acara yang dilangsungkan di Hotel Montana yang berdempetan dengan RS dimana Saya berencana akan melahirkan. Jadi saya pikir, nggakpapa lah Saya masih jadi panitia, nanti kalauterasa sakit ya tinggal ke sebelah.

Sampai pada hari HPL tiba, saya belum merasakan tanda-tanda apapun. Yang ada hanyalah pusing kepala yang luar biasa di 3 malam terakhir. Pusing itu datang hanya di malam hari, pagi atau siangnya tidak ada masalah sehingga Saya merasa sehat dan bisa beraktifitas seperti biasa. Karena rasa pusing itu, dan karena sudah HPL juga, Saya pun berniat kontrol jam 9 pagi hari ahad itu (8 Januari 2012). Dokter langganan Saya kalau Ahad libur, sehingga Saya pun janjian dengan bidan di RS tersebut yang juga instruktur senam hamil. Dari hotel Montana, Saya berjalan sendiri ke RS Permata Bunda. Tas dan lain-lain masih Saya tinggal di Hotel karena Saya pikir, Saya masih akan kembali lagi untuk mengambil semuanya. Suami Saya saat itu baru semester 1 kuliah paruh waktunya, sehingga hari itu ia pun kuliah di kampus.

Sampai di RS Saya menceritakan kronologisnya bahwa 3malam ini Saya pusing. Kaki Saya dilihat oleh Bu Bidan Eni,
"Ibu kakinya bengkak, jangan-jangan ini pre-eklamsi"
Nah lo, apa tu pre-eklamsi.
"Ibu saya periksa bukaannya dulu sama tensinya."

Saya pun ditensi dan benar saja, tensi Saya tinggi 140/110. Bukaan Saya pun masih 
bukaan 1, makanya belum terasa apa-apa. Vonis sementara Bu Eni adalah saya kena pre eklamsi yang tidak boleh ditangani bidan, harus dokter. Dan kemungkinan terbesarnya adalah Saya harus operasi hari itu juga karena sudah jatuh tanggal HPL.

Saya pun merasa canggung sendiri ketika ditanya,
"Ibu kesini sendiri?"
"Iya Bu...baru ada acara di hotel sebelah.."
"Suami kemana Bu?"
"Kuliah Bu..."
"Kalau gitu ini Saya menghubungi siapa? Karena Ibu sudah tidak boleh pulang dulu, Ibu cek lab dulu untuk memastikan ada bocor nggak proteinnya, sambil nunggu keputusan dokternya..."

Ya Allah... Saya hanya bisa melongo sesaat, kaget, tegang, takut, khawatir,  pengen nangis.
apa itu pre-eklamsi? parahkah?
Operasi? nggak mau.. Bahkan kontraksi saja Saya belummerasakan.

Saya pun di bawa ke lantai 2 dengan kursi roda. Saya sekuat tenaga menahan tangis. Saya sendirian saat itu.
Di ruang tindakan, Saya dibaringkan, lalu saya diberi wadah untuk tempat air seni. Saya akhirnya memberikan nomor hp Bapak, karena khawatir menggangu Suami yang sedang kuliah jika pihak RS menelponnya.

Dengan singkat Bu Eni menelpon Bapak Saya, "Bapak, ini putri Bapak Ny. Kurniasih sudah di Permata Bunda, tolong segera ke sini, tolong kabari suaminya. Di lantai 2 ya Pak, di ruang tindakan."

Saya pun terbaring lemas. Membayangkan hal terburuk yang akan terjadi. Saya menangis, "belum siap ya Allah...."

Saya diberi sebuah alat yang dihubungkan dengan perut Saya, alat rekam gerakan bayi ya, Saya disuruh  menekan tombol bila merasakan pergerakan bayi. yang ada di dalam perut Saya.

Keluarga yang pertama datang adalah kakak Saya, Bapak Ibu masih mempersiapkan baju-baju dsb sehinga menyuruh kakak Saya untuk duluan berangkat untuk menemani Saya.

Hasil lab pun selesai 1 jam kemudian. Hasilnya, Saya positif pre eklamsi atau keracunan kehamilan. Tanda-tandanya pusing, kaki  bengkak, dan pada ginjal mengalami kebocoran protein. menurut bidan, dan memang Saya baca, penyebabnya masih belum diketahui. Saya pun diberi pilihan untuk melahirkan secara cecar.

Alhamdulillah suami Saya langsung izin dari kuliahnya, sehingga cepat berada di RS. Pilihan untuk operasi sempat kami tolak,dengan harapan dokter masih mau mencoba untuk membantu melahirkan secara normal. Tapi lewat telpon, dokter menyampaikan resiko Ibu yang mengidap pre eklamsi bisa kejang ketika melahirkan normal (ketika mengejan) dan tentu saja membahayakan bayi juga karena jika proses terhenti di tengah jalan maka bayi akan kekurangan oksigen. Dan lagi, karena sudah HPL dan sudah bukaan, dokter sangatmenyarankan untuk segera dilaksanakan operasi karena pre eklamsi bisa memuncak menjadi eklamsia jika dibiarkan.

Perasaan kami kalut. Haruskan anak pertama ini dilahirkan dengan operasi.Suami Saya masih ragu. Kami pun menelpon dokter utama kami yang libur pada hari itu. Beliau pun tak bisa berbuat apa-apa jika itu sudah pilihannya. Karena eklamsi memang tak terduga.

Tepat pukul 11, dengan mantap Suami Saya memutuskan untuk meng-iya-kan tawaran operasi. Ia sebegitu mantapnya hinggamembuat Saya pun tenang, baiklah, jika ini memangtakdir yang harus kujalani...

Operasi pun akan dilakukan jam 2 siang, hanya 4 jam lagi. Saya langsung diganti baju operasi, disuntik infus, dites alergi obat bius, dipasang kateter (tulisannya gimanaya?), dan banyak tindakan lain. Alhamdulilah, di Permata Bunda, Suami boleh ikut masuk ruang operasi. Meskipun suami takut darah, takut jarum suntik juga, tapi denganberani beliau menemani Saya selama operasi berlangsung.

Alhamdulillah operasi lancar. Hanya saja yang membuat trauma adalah, karena Saya sempat merasa dada sesak ketika bayi Fatih didorong ke arah bawah ketika akan ditarik keluar...

bersambung ya... intinya saat ini adalah, Saya tidak sempat baca buku dan posting karena sibuk menjadi Ibu :) menemani Fatih yang seang butuh pendampingan khusus pasca disapih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar