Jumat, 31 Januari 2014

Ciptaan Allah bernama IBU

Sudah lama rasanya nggak nge-blog, nggak nulis.. ini karena nggak baca buku. Nggak baca buku berarti nggak dapat inspirasi. Atau, kalaupun dapat inspirasi, nggak sempat dituliskan.. Nah, itulah kalau komitmen dilanggar :(

Tapi, ini pun ada hikmahnya. Hikmahnya adalah, betapa hebatnya mahluk ciptaan Allah bernama IBU.

Saya menulis ini bukan untuk menyanjung diri sendiri. Tapi terutama untuk Ibu Saya, dan para Ibu di seluruh dunia yang SETIA - memandikan sendiri anaknya, menyusui sendiri dari payudaranya, membersihkan anaknya selepas BAB, bahkan ikut-ikutan menjadi seperti anak kecil demi 'satu frekuensi' dengan anaknya. Saya bersyukur, diberi Allah kesempatan merasakan ini semua.

Melahirkan
Jika para Ibu di luar sana merasakan nikmatnya berjihad melahirkan secara normal, Saya harus tetap bersyukur karena Allah mentakdirkan Saya melahirkan secara cesar. Dalam sejarah keluarga besar Saya, tidak pernah ada cerita melahirkan selain cara normal, karena Alhamdulillah tidak pernah terjadi komplikasi kehamilan sehingga keluarga besar mulai dari pihak Saya maupun Suami, semuanya normal. Maka Saya pun cukup percaya diri bahwa insyaAllah Saya akan  melahirkan secara normal. Saya bahkan mengikuti senam hamil dan 'manut' pada Ibu mertua yang 'menjamoni' (memberi jamu-jamu) Saya dengan telor mentah dan minyak kelapa. Kata Beliau, untuk kekuatan ketika melahirkan.

Saya mengalami happy pregnancy deh pokoknya, tri semester pertama yang biasanya para calon Ibu mual muntah - Saya enggak sama sekali. Nggak ada makanan atau sesuatu yang bikin mal atau muntah. Saya pun masih terus ikut kuliah dan mempersiapkan proposal tesis. Bahkan ke kampus pun Saya masih naik motor sendiri sampai usia kehamilan 9 bulan.Aktivitas selain kuliah pun tetap seperti biasa, di usia kehamilah 7 bulan, malah jadi Ketua Panitia sebuah acara yang bikin Saya nggak sempat makan dan dari pagi minum sari kacang ijo sampai habis 10 gelas, lebih mungkin. Pokoknya Alhamdulillah lancarr deh, cuma gampang capek aja. Ohya ding, pernah sedih waktu usia kehamilan 9 bulan, waktu itu masa-masa UAS, Saya naik motor ke rental komputer untuk nge-print (karena print di rumah sedang ngadat) tugas UAS. Karena motor spacy yang berat dan jalan yang turun, Saya pun terjatuh ketika berusaha menurunkan motor. Fatih di dalem perut waktu itu terasa sekali ikut tegang. Tidak ada yang sakit,tapi Saya sungguh khawatir akan kehamilan Saya waktu itu. Saya yang masih kuat untuk naik motor, dengan tangan gemetar nggak jadi berangkat UAS ke kampus. Saya memutuskan segera pulang dan minta diantar Ibu ke RS untuk periksa.Bidan di RS saat itu menanyakan pertanyaan yang buat Saya sedikit hati.

"Jatuh darimana Bu?" tanya Bidan dengan nada tanya agak ketus, cuek.
"Dari motor..". Saya hampir meneteskan airmata karenaperasaan bersalah, khawatir ada apa2 dengan calon adek bayi.
"Jatuh sendiri atau gimana?"
"Saya mau nurunin motor, karena terlalu berat dan jalan menurun, Saya jatuh"
"Ibu naik motor sendiri??" tanyanya kaget.
"Iya...."
"Suaminya kemana Bu?". Nah ini pertanyaan paling menyebalkan, seolah Suami Saya orang yang tidak bertanggung jawab.
" Kerja." jawab Saya cuek juga. Kalau boleh jawab lengkap, "Ya kerjalah mbak mbak!"

Alhamdulillah Fatih nggakpapa, pasca itu Saya dilarang naik motor lagi. Sebelum berangkat Ibu Saya memang punya firasat nggak enak katanya.

HPL jatuh pada tanggal 8 Januari 2012, tepat setahun setelah Walimah 8 Januari 2011 :). H-1 hari saya masih pergi-pergi beraktifitas. Malah ketika HPL tiba, Saya jadi panitia di sebuah acara yang dilangsungkan di Hotel Montana yang berdempetan dengan RS dimana Saya berencana akan melahirkan. Jadi saya pikir, nggakpapa lah Saya masih jadi panitia, nanti kalauterasa sakit ya tinggal ke sebelah.

Sampai pada hari HPL tiba, saya belum merasakan tanda-tanda apapun. Yang ada hanyalah pusing kepala yang luar biasa di 3 malam terakhir. Pusing itu datang hanya di malam hari, pagi atau siangnya tidak ada masalah sehingga Saya merasa sehat dan bisa beraktifitas seperti biasa. Karena rasa pusing itu, dan karena sudah HPL juga, Saya pun berniat kontrol jam 9 pagi hari ahad itu (8 Januari 2012). Dokter langganan Saya kalau Ahad libur, sehingga Saya pun janjian dengan bidan di RS tersebut yang juga instruktur senam hamil. Dari hotel Montana, Saya berjalan sendiri ke RS Permata Bunda. Tas dan lain-lain masih Saya tinggal di Hotel karena Saya pikir, Saya masih akan kembali lagi untuk mengambil semuanya. Suami Saya saat itu baru semester 1 kuliah paruh waktunya, sehingga hari itu ia pun kuliah di kampus.

Sampai di RS Saya menceritakan kronologisnya bahwa 3malam ini Saya pusing. Kaki Saya dilihat oleh Bu Bidan Eni,
"Ibu kakinya bengkak, jangan-jangan ini pre-eklamsi"
Nah lo, apa tu pre-eklamsi.
"Ibu saya periksa bukaannya dulu sama tensinya."

Saya pun ditensi dan benar saja, tensi Saya tinggi 140/110. Bukaan Saya pun masih 
bukaan 1, makanya belum terasa apa-apa. Vonis sementara Bu Eni adalah saya kena pre eklamsi yang tidak boleh ditangani bidan, harus dokter. Dan kemungkinan terbesarnya adalah Saya harus operasi hari itu juga karena sudah jatuh tanggal HPL.

Saya pun merasa canggung sendiri ketika ditanya,
"Ibu kesini sendiri?"
"Iya Bu...baru ada acara di hotel sebelah.."
"Suami kemana Bu?"
"Kuliah Bu..."
"Kalau gitu ini Saya menghubungi siapa? Karena Ibu sudah tidak boleh pulang dulu, Ibu cek lab dulu untuk memastikan ada bocor nggak proteinnya, sambil nunggu keputusan dokternya..."

Ya Allah... Saya hanya bisa melongo sesaat, kaget, tegang, takut, khawatir,  pengen nangis.
apa itu pre-eklamsi? parahkah?
Operasi? nggak mau.. Bahkan kontraksi saja Saya belummerasakan.

Saya pun di bawa ke lantai 2 dengan kursi roda. Saya sekuat tenaga menahan tangis. Saya sendirian saat itu.
Di ruang tindakan, Saya dibaringkan, lalu saya diberi wadah untuk tempat air seni. Saya akhirnya memberikan nomor hp Bapak, karena khawatir menggangu Suami yang sedang kuliah jika pihak RS menelponnya.

Dengan singkat Bu Eni menelpon Bapak Saya, "Bapak, ini putri Bapak Ny. Kurniasih sudah di Permata Bunda, tolong segera ke sini, tolong kabari suaminya. Di lantai 2 ya Pak, di ruang tindakan."

Saya pun terbaring lemas. Membayangkan hal terburuk yang akan terjadi. Saya menangis, "belum siap ya Allah...."

Saya diberi sebuah alat yang dihubungkan dengan perut Saya, alat rekam gerakan bayi ya, Saya disuruh  menekan tombol bila merasakan pergerakan bayi. yang ada di dalam perut Saya.

Keluarga yang pertama datang adalah kakak Saya, Bapak Ibu masih mempersiapkan baju-baju dsb sehinga menyuruh kakak Saya untuk duluan berangkat untuk menemani Saya.

Hasil lab pun selesai 1 jam kemudian. Hasilnya, Saya positif pre eklamsi atau keracunan kehamilan. Tanda-tandanya pusing, kaki  bengkak, dan pada ginjal mengalami kebocoran protein. menurut bidan, dan memang Saya baca, penyebabnya masih belum diketahui. Saya pun diberi pilihan untuk melahirkan secara cecar.

Alhamdulillah suami Saya langsung izin dari kuliahnya, sehingga cepat berada di RS. Pilihan untuk operasi sempat kami tolak,dengan harapan dokter masih mau mencoba untuk membantu melahirkan secara normal. Tapi lewat telpon, dokter menyampaikan resiko Ibu yang mengidap pre eklamsi bisa kejang ketika melahirkan normal (ketika mengejan) dan tentu saja membahayakan bayi juga karena jika proses terhenti di tengah jalan maka bayi akan kekurangan oksigen. Dan lagi, karena sudah HPL dan sudah bukaan, dokter sangatmenyarankan untuk segera dilaksanakan operasi karena pre eklamsi bisa memuncak menjadi eklamsia jika dibiarkan.

Perasaan kami kalut. Haruskan anak pertama ini dilahirkan dengan operasi.Suami Saya masih ragu. Kami pun menelpon dokter utama kami yang libur pada hari itu. Beliau pun tak bisa berbuat apa-apa jika itu sudah pilihannya. Karena eklamsi memang tak terduga.

Tepat pukul 11, dengan mantap Suami Saya memutuskan untuk meng-iya-kan tawaran operasi. Ia sebegitu mantapnya hinggamembuat Saya pun tenang, baiklah, jika ini memangtakdir yang harus kujalani...

Operasi pun akan dilakukan jam 2 siang, hanya 4 jam lagi. Saya langsung diganti baju operasi, disuntik infus, dites alergi obat bius, dipasang kateter (tulisannya gimanaya?), dan banyak tindakan lain. Alhamdulilah, di Permata Bunda, Suami boleh ikut masuk ruang operasi. Meskipun suami takut darah, takut jarum suntik juga, tapi denganberani beliau menemani Saya selama operasi berlangsung.

Alhamdulillah operasi lancar. Hanya saja yang membuat trauma adalah, karena Saya sempat merasa dada sesak ketika bayi Fatih didorong ke arah bawah ketika akan ditarik keluar...

bersambung ya... intinya saat ini adalah, Saya tidak sempat baca buku dan posting karena sibuk menjadi Ibu :) menemani Fatih yang seang butuh pendampingan khusus pasca disapih.

Selasa, 21 Januari 2014

Setengah Buku Mimpi Sejuta Dolar

Awal bulan ini Saya telah menghabiskan uang yang cukup banyak untuk membeli 5 buku pilihan yang saya temukan di Toga Mas. Kelima buku itu adalah Mimpi Sejuta Dolar, Merry Riana - Alberthiene Endah, Dekapan Kematian - Oki Setiana Dewi, Young On Top - Billy Yoeng, Yuk Jadi Orangtua Shalih  Ihsan Baihaqi, Kisah Nyata Siomay Pink - Nidya Febriani Utami. Kelima buku tersebut mewakili selera dan kebutuhan Saya saat itu. Sebelumnya, di IBF Saya membeli Rich dan Believe-nya tad Yusuf Mansyur dan 2 buku parenting daBaihaqi juga.

Buku yang pertama Saya baca adalah Kisah Nyata Siomay Pink. Saya tidak menyesal membeli buku itu, Saya memang suka buku- buku tentang kisah nyata hidup seseorang. Seperti hal-nya buku Dekapan Kematian yang ditulis oleh Oki Setiana Dewi, isinya tentang kisah nyata orang-orang yang didahului oleh orang tersayangnya.

Buku berikutnya yang Saya baca adalah buku ini, Mimpi Sejuta Dolar tentang kisah hidup Merry Riana. Ini juga kisah nyata. Saya memang punya selera yang lebih juga terhadap buku-buku atau pun training-training motivasi tentang kewirausahaan, tentang kebebasan finansial seperti buku-bukunya Ippho dan Ustad Yusuf Mansyur. Bagi Saya menjadi Muslim yang Kaya itu penting. Saya telah merasakan hidup berkecukupan karena rezeki yang dititipkan Allah pada orangtua Saya. Orangtua Saya juga telah mengajarkan bagaimana memanfaatkan kehidupan yang cukup itu menjadi bernilai, bukan untuk kebahagiaan keluarga sendiri, bukan semata untuk kesejahteraan keluarga sendiri. Tapi, dengan kekayaan, kita bisa melakukan banyak amal tanpa berpikir bagaimana bagian untuk keluargaku.

Saya berterimakasih pada penulisnya, pun Merry Riana. Meski berbeda akidah, namun hikmah dapat diambil dari siapa pun, bahkan dari seekor nyamuk pun, iya kan. Maka untuk perjuangan Merry Riana, Saya akan meneladaninya, tentu saja yang baik-baik, yang sejalan dengan keyakinan Saya.

Saya memulai membaca buku ini ketika perjalanan Saya ke Bogor, ke acara Indonesia Spectacular Herbalife 2014. Spiritnya sangat tertular pada Saya, apalagi acara Indospec memang momentum yang tepat untuk membuat Resolusi baru. Meski baru setengah membacanya, tapi sudah tak sabar ingin berbagi.



Betapa pentingnya kata itu, 'semangat'. Sebuah perasaan yang mampu memimpin pikiran dan kehendak  manusia untuk bergerak dan membuat suatu perubahan.

Hidup, sesulit apapun, adalah sesuatu  yang harus diapresiasi dengan usaha nyata, bukan sesuatu yang berlalu sia-sia, atau ditangisi.

Ya, aku mengingat itu dengan jelas, bagaimana aku selalu mengendap dalam kesunyian lorong ini, mendekati keran, memutarnya perlahan dan menyorongkan mulutku ke sana. Kureguk air segar itu karena tidak punya  cukup uang untuk membeli air mineral sekalipun. Aku akan mematikan keran jika ada orang lewat. Jarang sekali ada mahasiswa yang meminum air dari keran tersebut.

Dan, keluarlah energi ajaib yang lahir secara menakjubkan dari diriku. Sebuah energi yang melepaskan aku  dari segenap keraguan dan menerbangkan aku dalam keberanian untuk melakukan langkah demi langkah Secara alamiah akal demi akal bermunculan dan memimpinku untuk melancarkan strategi mengubah nasib. Kusambut panggilan bergerak itu. Kuserahkan jiwaku seutuhnya untuk segera merealisasikan harapanku tanpa menunggu waktu lagi. Kulakukan dengan konkret apa yang dikatakan orang sebagai : perjuangan. Mumpung masih muda, pikirku, aku bisa mengerahkan energi terbaik.

Hal yang sangat dahsyat terjadi di tengah geliat usaha-usahaku itu adalah betapa ajaibnya sensasi pembentukan diri ketika kita berjuang dengan konkret. Kugarisbawahi kata 'konkret', karena banyak dari kita hanya menghayati perjuangan dalam bentuk kata-kata. Betapa banyaknya strategi suksies yang bisa kuraih dari pekerjaan yang secara nyata kulakukan.

Proses dalam ketekunan menjalankan pekerjaan demi pekerjaan itu kemudian secara alamiah mengajarkan aku terhadap 3 hal penting dalam perjuangan: tekad yang kuat, strategi yang terarah, dan kedekatan kepada Tuhan. Tiga hal itu kemudian menurunkan 'anak-anak sikap' yang semuanya mengacu pada satu idealisme: jika kita bekerja keras dengan cara-cara yang baik, niat yang baik, dan tekad yang baik, kita bisa meraih impian.

Saat ini ada yang begitu banyak orang yang masih merangkak dan menggapai-gapai kondisi lebih baik bagi hidup mereka yang kekurangan. Ada begitu banyak orang yang menyudahi rasa sedih mereka dengan berpikir bahwa keberuntungan hidup tidak berpihak pada mereka, dan mereka memilih pasrah begitu saja. Sebagian orang lagi bahkan tidak lagi mempercayai proses perjuangan akibat kegagalan demi kegagalan yang menghampiri hidup mereka. Kepada orang-orang itu aku selalu ingin menyerukan : "Step up! Bergeraklah lagi. Jangan menyerah. Kita tidak perlu memperhitungkan usia dan kegagalan yang telah lalu. Hari ini dan hari esok disediakan Tuhan agar kita bisa merancang peluang sukses untuk hidup ke depan. Tidak ada kata terlambat!"



Kamis, 16 Januari 2014

Balasan Keburukan

Kemaren Saya mendapat banyak sekali pelajaran, bahwa intinya : keburukan yang kita lakukan, yang merugikan orang lain secara langsung maupun tidak langsung, maka akan mendapat balasannya, setimpal, di dunia dan akhirat. Kalaupun di dunia ia tidak menyadari akan balasan itu, maka di akhirat ia akan sadar sesadar-sadarnya.

Saya mengetahui sebuah cerita yang nyata terjadi. Mungkin juga cerita yang sehari-hari kita temui atau bahkan kita alami...

Seorang laki-laki tua menyetir mobil, hingga sampai pada pertigaan yang rumit dan macet. Di tengah pertigaan tersebut, berdiri seorang laki-laki berpakaian lusuh yang sedang berusaha mengatur lalu lintas. Lalu giliran ia mengatur mobil laki-laki tua itu, sang laki-laki tua membentaknya, mengata-ngatainya bahwa seharusnya ia memberhentikan dulu mobil dari arah yang lain. Lalu laki-laki sang sukarelawan yang berusaha mengatur lalu lintas ini menjawab bentakan sang laki-laki tua : "Saya seperti ini juga nggak dibayar Pak!". Muncul raut muka yang menandakan perasaan bersalah, namun ia sudah terlanjur mengeluarkan kata-kata kasar itu, dan mobil pun harus segera berjalan sehingga tak ada kata-kata maaf dari mulut laki-laki tua itu meski ia menyesalinya. Ia tidak tahu, bahwa perbuatan kasarnya akan menimpa anaknya suatu hari nanti.

Alangkah. Alangkah baiknya memang kita menerapkan sebaik-baik akhlak yang dicontohkan Rasulullah SAW. Duhai.. betapa indahnya Islam jika kita mau benar-benar menerapkan.. tidak ada kata-kata kasar, tidak ada muka yang masam, tidak ada kekerasan... tegas bukan berarti kasar, nasehat disampaikan dengan cara dan tatanan kata yang baik... Jika saja semua mengerti itu..

Mari pastikan. Pastikan setiap tingkah dan kata kita, tidak menyakiti orang lain, secara langsung maupun tidak langsung. Korupsi itu menyakiti secara tidak langsung, maka meski muka manis dan sikap lembut, tapi jika korupsi, ya sama saja itu keburukan. Namun bahkan seorang orangtua atau guru, jika cara penyampaian nasehatnya salah, jika tata kata dan sikapnya salah, juga akan jadi menyakitkan dan merugikan.

Yang perlu diingat, bahwa yakin saja, apa saja yang kita keluarkan, apakah itu kebaikan atau keburukan, pasti akan kembali ke diri kita, apa pun itu bentuknya... Semoga ini mengingatkan Saya sendiri.. 





Minggu, 12 Januari 2014

It's My Life - Buku Pertama yang Mengubah Hidupku

Buku ini Saya beli ketika Saya masih kelas 1 SMA. Usia Saya masih 15 tahun, tentu saja selera2 buku Saya adalah buku-buku remaja, terutama novel remaja seperti Cintapuccino - Icha Rahmanti yang kemudian di-film-kan, Fairish - Esti Kinasih, dan Uki Labirin Cinta - Nora Umres. Hihi remaja banget ya.. sekarang novel-novel itu entah dimana karena pasca hijrah, nggak pernah lagi beli novel2 remaja yang khas dengan kisah cintanya.

Supernova - Dee juga Saya baca, karena waktu itu aktif di Jurnalistik yang harus bikin majalah sekolah dan mading, jadi ikut juga baca buku-buku yang menunjang. Parahnya, Saya juga sudah baca buku Jakarta Under Cover - Moammar Emka. Parah ya hihi. Buku itu direkomendasikan oleh sahabat Saya untuk dibaca, kalau nggak salah waktu itu Stetsa Magz mau bikin artikel tentang pendidikan seks bebas. Buku itu Saya habiskan dalam perjalanan Malang-Surabaya waktu kunjungan ekskul Jurnalistik ke Jawa Pos. Dan selepas baca buku itu, hehe, pusing. Gimana nggak pusing anak 16 tahun baca buku begituan. Waktu itu sudah kelas 2 SMA dan sudah berjilbab juga Alhamdulillah.

Di antara sekian buku-buku zaman masa lalu Saya, buku ini yang paling bagus. Buku ini termasuk yang berjasa membentuk Saya. Meski karangan luar, tapi sebagai remaja saat itu, Saya merasa benar-benar ter-aktualisasi-kan dengan mengisi beberapa pertanyaan di dalamnya.

Alangkah banyaknya remaja yang nggak tahu ke mana harus melangkah. Mereka bingung ketika mesti memilih jalan mana yang akan ditempuh untuk bisa sampai tujuan. Kebanyakan mereka cuma mengikuti arus saja, mengekor trend dan mode, kayak kerbau dicucuk hidung.

Itu pengantar penerbitnya. Bener ga? Bener banget ya, kayak saya dulu...

Nah, begitu masuk daftar isi, sudah menarik. Bagian pertama : Tentang Diriku. Bagian kedua : Keluargaku dan Teman-temanku. Bagian Ketiga: Perasaanku. Bagian keempat: Menentukan Nasibku Sendiri. Bagian kelima: Masa Depanku.

Melalui buku ini, kamu akan mendapat kesempatan untuk menentukan bagian mana dari masa kecilmu yang akan terus kamu bawa ke alam dewasa, dan bagian mana yang ingin kamu kunjungi lagi atau kamu lepaskan.

Itu bagian dari Pendahuluan yang sangat saya suka. Membaca itu, waktu itu saya tahu, bahwa bersikap dewasa itu pilihan kita. Apakah kita mau atau tidak melepaskan bagian dari masa kecil yang membuat kita terus bersikap kekanak-kanakan.

Beberapa hal yang Saya garis bawahi waktu itu adalah...

Bila aku berkata "aku", yang kumaksud adalah sesuatu yang betul-betul unik, dan tak bisa disamakan dengan yang lain.

Hubungan yang paling penting untuk diselesaikan lebih dulu adalah hubungan kita dengan diri sendiri. Perlakuan kita terhadap diri sendiri berpengaruh besar pada cara orang lain memperlakukan kita.

Perjalanan mengungkapkan jati diri adalah perjalanan yang paling mengasyikkan di dunia.
Kecantikan adalah pancaran yang berasal dari dalam diri kita. Kecantikan berasal dari jiwa kita. Cobalah beri diri kita kesempatan untuk melepaskan diri dari kegilaan akan penampilan yang sempurna!


Pada Bagian 1: Diriku halaman pertama, kita disuruh memajang foto kita yang menurut kita paling menarik di situ. Lembar berikutnya, ada beberapa pertanyaan yang harus diisi yakni... intinya disuruh narsis, hehe. "Apa yang kamu suka dari foto ini?", "Apa yang kamu pikirkan dari foto ini?", "Kenapa kamu tertarik dengan foto ini?", "Andai foto ini bisa ngomong, apa yang akan dikatakannya?", lalu pertanyaan "Adakah sesuatu dari foto ini yang ingin kamu ubah? Kalau ada, apa itu? Kalau nggak ada, kenapa?"

Dari bagian 1 ini, kita diajak untuk mengenal diri kita secara fisik, efeknya ya, nggak ke-pede-en kalau kita memang nggak cantik alias nyadar kalau kita pas-pas-an aja. Yang paling Saya suka adalah pertanyaan terakhir, yang kemudian mengetes rasa syukur kita atas fisik yang sudah Allah anugerahi. Pertama kali mengisi lembar itu, Saya menjawab bahwa Saya ingin mengubah warna kulit biar lebih terang, mata supaya nggak sipi-sipit banget kalau sedang ketawa, dan hidung yang mbok ya agak mancung sedikit, hehe. Nah, lucunya, begitu selesai menulis, Saya langsung menghapusnya. Karena merasa nggak pantas tidak menerima dengan syukur apa yang sudah Allah kasih berupa tubuh pendek, kulit sawo matang, hidung nggak mancung gini hehehe. Goal-nya, pada bagian ini memunculkan rasa syukur dan rasa percaya diri dengan fisik yang apa adanya begini :)

Masih bagian 1, setelah fisik adalah sifat dan karakter. Kita disuruh menulis beberapa kata yang identik dengan diri kita. Saat itu saya menulis manja, childish, cengeng, bosenan (termasuk bosen belajar di sekolah, hehehe), sensitif, moody, daan sebagainya. Hingga kemudian kita disuruh merangkainya dalam sebuah karangan...

Aku anak yang baik, menurut pada orang tua dan suka berbagi
Aku anak dari seorang Bapak yang menjunjung tinggi kejujuran
Aku anak dari seorang Ibu yang hebat! yang pemberani, kuat dan mandiri..
Aku anak bungsu yang kekanak-kanakan dan manja
Kadang aku pemalas, kadang aku bersemangat (malas kalau ketemu Matematika, Fisika, dsb berbau IPA, bersemangat kalau Bahasa Indonesia, Sejarah, Kesenian, Olahraga, hehehe ),
Aku tidak suka pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris
Aku suka membaca dan menulis
Aku suka menari
Kadang aku suka memaksakan pendapat, banyak bicara
Aku sering mencemaskan pendapat orang lain tentang diriku
Aku sering merasa plin plan, mudah  terpengaruh, dan tidak punya pendirian
Aku suka iri pada sesuatu yang tak bisa kudapatkan
Aku bangga atas apa yang sudah kucapai dan kumiliki
Aku gampang bosan dan sensitif
Aku ramah, ceria dan sederhana
Aku suka meng-hiperbola sesuatu
Aku suka diperhatikan dan dipuji

Dari membuat karangan tentang diri, efeknya adalah mengoreksi diri sendiri, mana yang kemudian menghambat perkembangan diri ya harus diperbaiki. Alhamdulillah, terutama hal 'plin-plan, mudah terpengaruh dan nggak punya pendirian' segera terhapus dari diri Saya, terutama pasca berhijrah... Keluar dari ekskul dance, putus dari pacar dan berjilbab! Allahu Akbar!!



bersambung...




Kamis, 09 Januari 2014

ONE WEEK ONE BOOK - periode 1

mmmm..... Saya jadi bingung sendiri mana tulisan yang terbaik, karena memang Saya tidak menyampaikan kriteria pemenang, Saya hanya meminta untuk menulis lepas saja, sehingga mana yang terbaik memang subyektif dari pandangan pribadi. 

Ide OWOB muncul dengan tujuan mengajak sekitar untuk meningkatkan minat baca, karena, Saya pribadi merasakan banyak manfaat dari membaca. Namun, pasca membaca, bagaimana agar membekas dan terwariskan ilmu yg sudah didapat dari membaca itu - maka tulislah dan amalkanlah. itu sih konsepnya, yang selama ini Saya lakukan. 

Pada diri Saya pribadi misalnya, dengan membaca Notes From Qatar 2 oleh Muhammad Assad yang tagline-nya Honest, Humble, Helpful - salah satu yang sangat bermakna adalah sebuah pengertian 'honest' 'yang ia sampaikan bahwa "Jujur bisa diartikan sebagai adanya keselarasan antara yang terucap dengan kenyataan dan perbuatan." Jadi, kalau apa yang terucap, tidak selaras dengan apa yang diperbuat, maka itu tidak jujur. Nah, lucunya, tiba-tiba pikiran saya melayang-layang ke beberapa orang dekat yang tugas akhirnya belum selesai tanpa alasan. Alasannya ya malas, alasannya ya tidak dikerjakan itu skripsi. Padahal notabene mereka adalah aktivis dakwah yang juga mengajarkan akhlak seorang Muslim, yang mana salah satu akhlak itu adalah tidak malas, tidak menunda-nunda, memiliki waktu yang barokah, melakukan sesuatu yang bermanfaat, dll... Berarti jika memang alasannya adalah murni malas, tidak bersegera, dia bisa dikatakan pembohong dalam hal ini, tidak selaras antara yang ia ucapkan dengan perbuatan. Ini contoh saja...

Kembali ke topik, berangkat dari niatan itu, Saya pun membuat sayembara seru-seruan yang mana yang terbaik akan mendapat apresiasi berupa budget untuk beli buku. Karena ini kali pertama, saya masih sendirian, sehingga Saya yang berkuasa menentukan ketentuan penulisan dan menentukan pemenang, hehe. TAPI, ('tapi' dengan huruf balok menandakan penekanan hihi) ternyata justru Saya kesulitan menentukan pemenangnya, karena di awal memang Saya tidak membatasi kategori buku apa, gaya penulisan bagaimana, kriteria penilaian bagaimana, dsb dsb.. Maka dari itu, dengan ini Saya mengajak, siapa yang berminat, tanpa paksaan, ayok bantu Saya mengembangkan gagasan ini.

Maka dari itu, untuk kali pertama ini Saya mohon maaf karena menentukan yang terbaik adalah subyektif pandangan Saya, dengan kriteria penilaian ala Saya, hehe. Beberapa komentar sudah Saya kirim ke message masing-masing, bisa dikonsumsi sendiri.

Oh ya, ini dia mereka yang berpartisipasi dalam OWOB pekan pertama ini, 
1. Andita Ariestya Aryoko, Ayahku (Bukan) Pembohong
2. Merlita Herbani, Ilmu Instan Sukses Beriklan
3. Nurul Kafi, Dialog Mimpi dan Perdamaian
4. Betha Nurina, Jodoh Dunia Akhirat

Dan Pemenangnya ala Saya adalah Betha Nurina dengan Jodoh Dunia Akhirat :) 
Dalam tulisannya terdapat hal-hal yang memang Saya harapkan, yang bisa membuat pembaca tertarik untuk ikut membaca (bukan karena temanya ya!), dan yang penting adalah bahwa kesan yang ia ceritakan setelah membaca buku itu membuat pesan dari buku itu tersampaikan. 

Untuk komentar yang lain sudah Saya message ya, Barokallah untuk semuanya, baca terus, nulis terus, ikut terus, dan menangin terus budgetnya untuk beli buku... hehehe

Rabu, 08 Januari 2014

Hidup Adalah Petualangan, by: Aldrin Ali Hamka



Semoga ini mengajarkan banyak hal, bahwa tidak ada perjuangan yang mudah

Hidup adalah Petualangan
by : Aldrin Ali Hamka
                Seperti di dalam pendakian. Pendaki akan mengalami kepuasan jiwa jika mendaki setapak demi dari kaki gunung ke puncak. Semua tiada yang instan. Saya bersyukur karena dilahirkan dari keluarga yang pas-pasan. Dengan demikian, perjuangan itu akan terasa nikmat. Lebih-lebih dapat menggapai apa yang diinginkan.
                Barangkali, semasa SMA, teman-teman sekolah berangkat-pulang sekolah di dalam mobil mewah ber AC atau sepeda motor. Namun saya bersyukur masih memiliki dua kaki untuk berlari dari Dau-Sengkaling ke SMA tugu.
                Barangkali, semasa SMA juga teman-teman seusiaku diberi uang saku lebih untuk jajan dan beli ini itu. Saya “akali”, agar dapat mendaki gunung saya membeli tumpukan koran-koran bekas teman-teman, kemudian saya jual lagi di rombengan. Pernah juga menjadi kuli membantu tukang memperbaiki rumah. Setiap malam membantu Ibu membuat adonan kue roti dan nagasari, yang mana keesokan harinya kami jual ke toko-toko. Meski itu tak lama.
                Semasa kuliah, di saat matahari menyengat atau hujan deras turun, mungkin para mahasiswa sedang asyik makan-makan di kantin, atau sedang istirahat. Di saat itu pula saya mencari dan menyabit rumput di sudut-sudut kota untuk memberi pakan kambing-domba yang kami gembala. Pernah juga diselimuti asap dan dibuntal debu-debu keliling Malang-Tumpang, berjualan pulsa dan makanan ringan.
Begitulah, tiada kata berhenti untuk mendaki hingga ke puncak. Puncak itu adalah mimpi setiap pendaki.
                Hingga saat inipun, saya terus mendaki ke puncak mimpi-mimpi. Mimpiku yaitu menyelesaikan studi di Rusia. Disini, bukan berniat untuk menjadi “wah” karena  bersekolah di luar negeri. Tetapi Rusia adalah mimpi sejak belasan tahun yang sejak dahulu ingin saya tunaikan. Sejak usia SD.
AlhamduLillah, Allah Ta’ala - Sang Pengabul Doa memenuhi.
                Meski demikian, bukan berarti  meraih mimpi terus bersantai-santai. Berjalan-jalan plesir seperti mahasiswa lain berkantong tebal pada umumnya. Di sini saya mendapatkan tantangan, membiayai hidup sendiri. Di sini, tidak perlu malu walaupun dahulu pernah menjadi buruh pabrik tirai. Sekarangpun menjadi tukang loper koran dan reklame, yang menghabiskan waktu dari pagi hingga sore. Setelahnya, saya lanjutkan hari itu pula dengan kuliah.

Dari sini pula saya belajar untuk menghargai pekerjaan apapun orang lain. Terutama pekerjaan yang jauh-jauh lebih sederhana. Apapun itu, yang penting halal.
Hidup adalah karunia yang patut disyukuri. Tidak ada yang perlu dikeluhkan dengan apa yang telah di dapat, karena masih banyak orang-orang yang tak seberuntung kita.
Hidup, sudah selayaknya diisi dengan perjuangan.
Berjuang, mendaki menuju puncak-puncak mimpi.

Aldrin Ali Hamka, Anak PA yang Menaklukan Rusia

Orang Inspiratif itu Ada di Sekitarmu !!

Bangunlah teman-teman, orang inspiratif itu ada di sekitarmu jika kau mau membuka mata! Sahabatmu sendiri, orang yang bukan siapa-siapamu, atau bahkan orang yang tidak kau suka justru bisa meng-inspirasi. Tapi Alhamdulillah, orang-orang yang akan Saya share kisah hidupnya ini, adalah orang-orang yang memang sudah Saya kenal dekat.

Aldrin Ali Hamka
Pertama Saya akan ceritakan profil singkatnya, Aldrin atau dulu biasa Saya panggil Dindin adalah teman sejak SMP. Waktu SMP, tepatnya SLTP N 1 Malang, kami sekelas di kelas 1E dan 3E. Dia duduk di belakang bangku Saya. Tubuhnya tinggi dengan badan agak membungkuk. Aldrin tidak banyak bicara, tapi bukan berarti pendiam. Dia tidak menonjol, tapi cukup ringan tangan. Begitu SMA, kami satu sekolah lagi di SMA 4 Malang. Dia aktif di ekskul PA (Pecinta Alam) Kantata Stetsa (Horeeee berhasil ingat nama KANTATA setelah beberapa detik lupa) dan menjadi Ketua-nya. Semasa SMA ia dipanggil 'Tonggik' oleh teman-teman, ih jahat bener sih. Tapi Saya memilih tetap memanggilnya dengan Aldrin atau biasanya Dindin. Lalu dia kuliah di FE, kalau tidak salah jurusan Manajemen.

Suatu hari, kaget dan ikut senang tentunya, ketika Saya membaca  notes seorang teman yang juga sahabat karib Aldrin, yakni Nepo, bahwa ternyata Aldrin akan segera berangkat ke Rusia mendapat beasiswa. Subhanallah, luar biasa!

Saya ingat ketika berangkat sekolah ke SMA 4, Saya selalu dibonceng motor oleh kakak atau pun naik angkot atau pun diantar mobil, dan Saya hampir selalu melihat Aldrin berlari di daerah Dinoyo. Dan setelah membaca tulisannya ini, baru tahun kalau rumahnya di derah Dau (haaahhh lari dari Dau sampai Tugu?!!). Cuma satu kalimat : Dia memang pantas mendapatkan pencapaiannya saat ini.



Dari Gununglah Inspirasi itu Bermula
by: Aldrin Ali Hamka
                Tak dapat disangkal, gunung dan pendakian adalah unsur-unsur yang dapat membentuk karakter seseorang. Gunung adalah tujuannya, sedangkan pendakian adalah usaha seorang pendaki untuk menggapai tujuannya, yaitu puncak gunung itu sendiri. Pada mulanya, setiap orang yang baru saja mencoba naik gunung akan sering mengeluh dengan melontarkan kata-kata klise semacam “capek!”, “panas sekali!”, “jauh banget!”, “kapan sampainya?” dan lain sebagainya. Tak jarang pula akhirnya menyerah, atau bahkan menyesal untuk meneruskan perjalanan.
                Setapak demi setapak. Selangkah, dua langkah, tiga langkah dan demikian seterusnya. Sepanjang perjalanan itu, pendaki akan menemui kayu-kayu penghalang, jurang yang mengintai, angin dingin yang mencengkram, badai yang meluluhlantakkan, dan bahkan bisa juga tersesat di hutan. Semua itu ujian yang harus dilalui oleh pendaki gunung. Ujian yang bukan main-main, penuh resiko.

 



Susah dan jerih-payah akan terbayarkan ketika pendaki gunung itu telah meraih puncaknya. Terbayarkan oleh indahnya lautan awan yang menghampar, indahnya mutiara kelap-kelip kota sejauh pandangan kita, hutan hijau yang membersihkan paru-paru, dan sajian-sajian yang lain. Semua itu adalah nikmat. Nikmat, karena dapat menikmati ayat-ayat kauniyah Allah SubhanAllahu wa Ta’ala yang luar biasa bagi orang-orang yang mau merenung dan berpikir.
Satu, dua, tiga kali pendaki itu pasti akan merindukan suasana luar biasa. Mau tidak mau, dia pasti akan menempuh ujian-ujian itu lagi.
Saya teringat suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wassalam bersabda:
Sesungguhnya Uhud adalah satu gunung yang mencintai kami dan kami juga mencintainya.”
Demikianlah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam mencintai gunung. Di sanalah titik perjuangan Beliau dan para syuhada yang gugur untuk cinta sejatinya, cinta kepada Allah SubhanAllahu wa Ta’ala.
Pendaki gunung bijakpun mencintai gunung, karena disanalah dia betul-betul akan merasa kecil dihadapan-Nya. Pengalaman dihantam kengerian badai,  mengkerut dicengkeram dingin, mendidih di bawah bara matahari. Di gunung pendaki tak akan menaklukkan apapun. Bukan puncak gunung, bukan terjangan badai itu. Pendaki bijak akan mengetahui, bahwa dia sesungguhnya dia menaklukkan diri sendiri.
Pernah suatu ketika seorang kakak kelas SMA yang sangat menginspirasi dan memberi banyak pelajaran tentang pendakian gunung memotong sebuah artikel di koran dan diberikannya padaku. Potongan artikel itu merujuk pada buku karangan Paul G. Stoltz yang berjudul Adversity Quotient yang membagi karakter manusia menjadi tiga, antara lain:
1. Quitters , yakni orang-orang melihat gunung, kemudian meninggalkannya. Dia melihat gunung sebagai sesuatu yang besar, dan berisi halangan rintangan dan jurang mengerikan. Mereka meninggalkannya dan tak ingin mencoba.
2. Camper. Orang-orang yang mendaki gunung pula. Tetapi ditengah perjalanan itu dia berhenti membuka tenda. Dia merasa cukup sampai disitu, dan tidak ingin melanjutkan hingga ke puncaknya.
3. Climber adalah seorang pendaki yang melihat halangan rintangan dan jurang sebagai tantangan. Dia tak akan berhenti. Dia akan terus mendaki dan mendaki hingga sampai ke puncak tujuannya.

Di balik artikel itu, kakak kelas yang juga seorang sahabat baik saya menuliskan komentar di selembar kertas binder saya. Dua kalimat terakhir yang paling membekas dalam ingatan adalah;

“Kejar terus obsesimu!”
“Jadilah climber!”
Sejak itulah hidup ini berubah. Para sahabat, pendakian, dan gunung adalah inspirasi saya. Gunung telah mendidik kami menjadi pribadi yang keras, pantang menyerah dalam menghadapi rintangan dan cobaan, menghargai hidup sebagai karunia Ilahi, menjadi pribadi yang sederhana, dan masih banyak lagi yang tak dapat dijelaskan dengan kata-kata.

Hidup adalah petualangan.
                Seperti di dalam pendakian. Pendaki akan mengalami kepuasan jiwa jika mendaki setapak demi dari kaki gunung ke puncak. Semua tiada yang instan. Saya bersyukur karena dilahirkan dari keluarga yang pas-pasan. Dengan demikian, perjuangan itu akan terasa nikmat. Lebih-lebih dapat menggapai apa yang diinginkan.
                Barangkali, semasa SMA, teman-teman sekolah berangkat-pulang sekolah di dalam mobil mewah ber AC atau sepeda motor. Namun saya bersyukur masih memiliki dua kaki untuk berlari dari Dau-Sengkaling ke SMA tugu.
                Barangkali, semasa SMA juga teman-teman seusiaku diberi uang saku lebih untuk jajan dan beli ini itu. Saya “akali”, agar dapat mendaki gunung saya membeli tumpukan koran-koran bekas teman-teman, kemudian saya jual lagi di rombengan. Pernah juga menjadi kuli membantu tukang memperbaiki rumah. Setiap malam membantu Ibu membuat adonan kue roti dan nagasari, yang mana keesokan harinya kami jual ke toko-toko. Meski itu tak lama.
                Semasa kuliah, di saat matahari menyengat atau hujan deras turun, mungkin para mahasiswa sedang asyik makan-makan di kantin, atau sedang istirahat. Di saat itu pula saya mencari dan menyabit rumput di sudut-sudut kota untuk memberi pakan kambing-domba yang kami gembala. Pernah juga diselimuti asap dan dibuntal debu-debu keliling Malang-Tumpang, berjualan pulsa dan makanan ringan.
Begitulah, tiada kata berhenti untuk mendaki hingga ke puncak. Puncak itu adalah mimpi setiap pendaki.
                Hingga saat inipun, saya terus mendaki ke puncak mimpi-mimpi. Mimpiku yaitu menyelesaikan studi di Rusia. Disini, bukan berniat untuk menjadi “wah” karena  bersekolah di luar negeri. Tetapi Rusia adalah mimpi sejak belasan tahun yang sejak dahulu ingin saya tunaikan. Sejak usia SD.
AlhamduLillah, Allah Ta’ala - Sang Pengabul Doa memenuhi.
                Meski demikian, bukan berarti  meraih mimpi terus bersantai-santai. Berjalan-jalan plesir seperti mahasiswa lain berkantong tebal pada umumnya. Di sini saya mendapatkan tantangan, membiayai hidup sendiri. Di sini, tidak perlu malu walaupun dahulu pernah menjadi buruh pabrik tirai. Sekarangpun menjadi tukang loper koran dan reklame, yang menghabiskan waktu dari pagi hingga sore. Setelahnya, saya lanjutkan hari itu pula dengan kuliah.

Dari sini pula saya belajar untuk menghargai pekerjaan apapun orang lain. Terutama pekerjaan yang jauh-jauh lebih sederhana. Apapun itu, yang penting halal.
Hidup adalah karunia yang patut disyukuri. Tidak ada yang perlu dikeluhkan dengan apa yang telah di dapat, karena masih banyak orang-orang yang tak seberuntung kita.
Hidup, sudah selayaknya diisi dengan perjuangan.
Berjuang, mendaki menuju puncak-puncak mimpi.