Jumat, 03 Januari 2014

Laki-laki Terakhir - Lovenia Diandra



Lovenia Diandra, April 2007, Laki-Laki Terakhir, di kamar penuh cita-cita
Latar belakang lagu : murotal QS An Naba’


taukah? pandangan mata itu sangat mengangguku.
kalau saja boleh aku tidak menyapa seperti sikapku pada teman-teman ikhwan-ku, sesungguhnya kau termasuk laki-laki yang tidak ingin kusapa,

sadarlah bahwa aku tidak pernah meninggalkan senyuman untuk ingatanmu, sering aku berpura-pura tidak mengetahui keberadaanmu, tapi kau selalu membuat jarak kita yang jauh menjadi dekat, kau selalu mengganggu efek positif dari ibadahku menjadi hilang tak berbekas, hingga akhirnya aku hanya bisa kembali pada Tuhanku sambil menangis,

wahai... aku juga punya hati yang sering tak bisa kujaga sendiri,
aku juga punya mata yang terkadang tak dapat kutundukkan,
tertutup sudah pintu hatiku kini, dan harus kulanggar janjiku dulu kepadamu,
kecuali.. mungkin ada kesempatan jika kau ubah visi dan misi hidupmu.. ah,, tapi itu sangat rentan dengan salah niat dalam hijrahmu,

wahai.. sungguh, aku tidak menyesal memperlakukanmu begini... Kau harus jadi  Laki-laki terakhir,
-22 april 2008-

***
 
Muhammad Arizona, Desember 2006,
Dia, Perempuan yang selalu berpendar, 

Aku kehilangan semangat. Hatiku dibuat ngilu olehnya, Perempuan yang selalu berpendar di mataku. Hari ini aku melihatnya lagi sekelebat. Seperti biasa, dia ada di Masjid, sedangkan aku hanya lewat. Dagunya terangkat, matanya menatap langit-langit Masjid, kedua tangannya bertelungkup di depan dada, Aku selalu tau, barang kali itu gaya berdoa-mu, 

“ Masalahnya aku sedang berbicara dengan perempuan yang ingin kuperistri,”

Sejak pernyataan itu kuungkapkan, hubungan kami jadi tidak enak. Jelas saja, dia perempuan yang selalu berpendar yang menjaga cinta dan kehormatannya, seharusnya aku tahu itu. Tapi aku tak kuasa mengendalikan perasaanku. Laki-laki itu lemah Love, dan kau membuatku semakin lemah. Aku tak bisa hanya diam melihatmu dari jauh. Aku harus melakukan sesuatu untuk melindungimu, mendukungmu, menguatkanmu... dan juga, memilikimu, meski rasanya tak mungkin.
20 tahun usiaku, berapa tahun lagi aku harus menunggu untuk siap memilikimu? Aku harus berbuat sesuatu. Agar kau tak diminta lebih dulu oleh yang lain. Aku menyadari kelembutanmu akan memikat banyak laki-laki. Seandainya saja teman-teman ikhwan-mu itu mengenalmu dengan baik, mereka mungkin juga akan seperti aku, menangkap cahayamu yang berpendar, dan tergila-gila. Meski harus kuakui, wajahmu tak seberapa cantik. Tapi hatimu sangat cantik, Ve.
Cintaku tulus Love, itulah kenapa aku menyuguhkan pertanyaan yang menjanjikan. Bukan hendak menjadikanmu sebagai kekasih yang murah harganya. Tapi menjadikanmu perempuan yang berpendar menjadi genap setengah dien-nya. 

***

Lovenia Diandra, Mei 2007, Bagaimana jika aku sanggup menunggumu?, Masjid Raya kampus, 

‘ Bagaimana jika aku sanggup menunggumu? With Luv, Love. Ari.’ 

Astaghfirullah... Lovenia segera meletakkan ponselnya dalam keadaan gemetar. Ia baru saja selesai sholat Dhuha, dan sms itu datang membuyarkan kekhusyukannya.

Bagaimana kau menjaga dirimu Love? Ini tak akan terjadi jika kau dengan baik menjaga diri dan kehormatanmu. Ini harus jadi laki-laki terakhir, pikirnya.

Lovenia meraup wajahnya. Ini yang terakhir, dan jangan biarkan kamu menjadi perempuan yang menimbulkan fitnah lagi Love. Tak sedikit pun terbesit memikat laki-laki mana pun. Seharusnya dia tau, dia sadar dan dia ingat – bahwa sederet nama laki-laki yang pernah menaruh hati padanya adalah orang-orang terdekatnya. Mereka oarang-orang terdekat yang mampu membaca hati Love yang lembut; paras yang tak cantik tapi tak pula membosankan; sikap ceria yang menyenangkan dan persahabatan yang menjanjikan; juga izzah sebagai perempuan yang mempunyai harga diri dan memegang teguh prinsip. Mereka yang terpikat adalah orang-orang yang melihat Love lebih dekat dan merasakan kecantikannya dari dalam. Wajahnya tak istimewa, tapi dia punya ketulusan yang istimewa. Salah satu dari mereka adalah laki-laki ini, Muhammad Arizona.



Biarkan cintaku tertambat pada laki-laki yang juga setia pada dakwahnya, dan bukan seperti ini caranya. Dia, Lovenia, telah mewakafkan dirinya pada dakwah. Sejak pertemuannya dua tahun yang lalu dengan ‘lingkaran kecil’ yang penuh berkah, Insya Allah, maka saat itu pun ia tak pernah melewatkan satu pekan pun tanpa lingkaran itu. Dan buahnya adalah, ia telah berhijrah sejauh ini. Alhamdulillah..


Lovenia Diandra, dalam benak

Ari, Aku bercermin malam ini, dan tak menemukan sesuatu yang istimewa dari diriku. Tapi laki-laki beriman memang tak melihat fisik semata. Aku mengenalnya cukup dekat sejak kelas 3 SMA, tepatnya sejak semester 2 ketika bangkunya pindah ke bangku belakangku. Barulah kami sama-sama sadar, bahwa ternyata kami satu sekolah sejak SD. Ari, begitu aku memanggilnya. Akhlaknya mulia, cerdas, laki-laki yang sederhana dan baik. Dia menjaga waktu dhuha-nya untuk beribadah. Kata-katanya pun penuh pujian. Tatapannya sopan. Ini tak mengherankan buatku, dia seorang aktivis BDI di sekolahku.



Aku ingat ketika kami sama-sama bercerita, dia bercita-cita menjadi pengusaha, karena itulah dia memilih fakultas ekonomi. Sedangkan aku, saat itu sangat terobsesi untuk masuk fakultas psikologi. Ternyata, kami sama-sama gagal dengan cita-cita kami. Dia justru diterima di pilihan kedua yakni di fakultas hukum. Sedangkan aku, aku gagal SPMB, maka aku pun mengambil jurusan cadanganku yang kupilih secara asal ketika ujian masuk sebelum SPMB dan itu adalah fakultas yang kini sama dengannya.



Kami hanya tertawa ketika tak sengaja bertemu di pendataan mahasiswa baru. Sempat saling mengejek karena sama-sama gagal dengan cita-cita masing-masing. Tapi entahlah, saat itu aku merasa nyaman dan aman, setidaknya ada teman dekat yang sama-sama masuk fakultas ini. Lebih dari itu, aku merasa senang, karena tetap bisa banyak bertukar pikiran dengannya.



Kala itu, ketika open house UKM di kampus kami, dia mengajakku untuk aktif di LDK. Aku langsung meng-iya-kan, dengan memastikan bahwa niatku ikut bukan karena dia, tapi karena memang ingin mengenal Islam lebih dekat.



Muhammad Arizona yang beranjak dewasa ini mulai memperlihatkan perubahan sikapnya. Aku semakin aktif di LDK, bertemu ‘lingkaran-lingkaran’ dan semakin sibuk dengan aktifitas baruku ini yang tak pernah terbayang sebelumnya aku telah sedalam ini berkecimpung. Sedangkan Ari, yang kutahu kabar terbarunya, dia sudah tidak pernah ngaji lagi, tidak pernah hadir syuro, maupun kegiatan-kegiatan lain. Ingin rasanya aku mengajaknya diskusi lagi, menarik kembali dia agar dia merasakan nikmatnya seperti yang aku rasakan, bagai di taman surga.



Aku shock ketika dia menawariku boncengan di motornya, lalu dia mulai sms hal-hal yang tidak penting, seperti sms pengantar tidur dengan ‘selamat tidur’ dan simbol ‘senyum’, atau dibangunkan ketika Subuh dengan sms tausyiah, bahkan sampai memberi kado ketika aku ulang tahun.



Aah Ari, kalau pun aku memiliki perasaan yang sama sepertimu, aku masih tahan godaan untuk tidak menyampaikannya padamu, Jika kusampaikan, jika kuungkapkan dalam bentuk apa pun, rindu itu akan semakin menyengat, cinta itu akan semakin besar. Dan aku tak mau itu. Karena kau belum tentu menjadi suamiku.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar