Kamis, 10 April 2014

Bapak dan Anak Perempuannya di Giant Dinoyo,

Berawal dari kangennya lidah ini mengicip makanan favorit - Pizza - yang mana keju mozarela lengket di atasnya, Saya lalu memutuskan untuk segera beranjak ke Giant Dinoyo, supermarket terdekat yang menjual keju mozarela. Daripada harus jajan pizza ke pizza hut, Saya lebih suka membuat pizza jadi-jadian. Roti tawar di taburi misis, telur, keju mozarela dan oregano. Cukup untuk raza pizza di lidah Saya, tidak perlu jajan mahal2 ke PizzaHut. Setelah izin pada Ayah Fatih, Saya pun ke Giant Dinoyo bersama Fatih dan Bude Saya.

Agenda belanja malam ini singkat saja. Hanya mengambil mozarela, dan beberapa belanjaan lainnya, Kami langsung menuju kasir. Singkat cerita, ketika sudah di pintu keluar dan hendak menarik Fatih dari kereta belanja yang dorong (biasanya Fatih duduk di atas kereta yang sebenarnya untuk belanjaan berbau sabun atau bahan kimia untuk memisahkan dari belanjaan makanan) - ternyata sepatu Fatih jatuh. Saya pun mengambil sepatu Fatih di dekat pintu masu, yang juga dekat Giant fried Chicken. Lalu di sanalah, perhatian Saya tercuri oleh seorang Bapak-bapak dan anak perempuannya.

Bapak itu bisa dipastikan berumur dia tas 40 tahun, memakai topi lusuh, berpakaian lusuh pula. Kaos atasannya lengan pendek terlihat agak kepanjangan dengan sandal jepit di kakinya. Kulitnya hitam dan tangannya berotot. Agaknya bisa kutebak Bapak-bapak ini mungkin seorang kuli bangunan.

Yang membuat hatiku miris, Bapak-bapak itu menatap daftar harga Giant Fried Chicken yang terpampang besar di atas, paling murah 19.600, kalau tidak salah. Mata beliau melihat dari daftar harga satu kedaftar harga yang lain di sebelahnya. Gelagatnya menunjukkan kekhawatiran. Satu tangan tersembunyi di saku celananya.

Sedangkan anak perempuannya, membawa sebungkus belanjaan dengan plastik berukuran sedang. Tak tahu apa isinya, tapi yang jelas belanjaan itu tak banyak. Jelas tak sebanyak belanjaan milikku. Anaknya berbicara - entah apa - tapi dari raut wajahnya dan gaya tubuhnya jelas sekali ia sedang merayu. Kesimpulannya jelas, dari pemandangan itu, Saya tahu sang anak sedang merayu Bapaknya untuk membeli Giant Fried Chicken.

Setelah memasang kembali sepatu Fatih, aku menggendongnya menuju tempat parkir di depan Giant. Dalam perjalanan menuju tempat parkir itu, aku masih sengaja menoleh ke belakang, melihat pemandangan itu dan penasaran apa yang terjadi selanjutnya. Apakah sang Bapak mengabulkan keinginan anaknya atau tidak.

Tolehanku yang pertama, tampak sang Bapak sepertinya menolak permintaan san anak, itu terlihat dari gerak tubuhnya yang menuju pintu keluar, meninggalkan anak perempuannya sambil menunduk, lalu menoleh lagi ke anaknya, lalu menoleh lagi ke daftar harga.

Tolehanku yang kedua, tampak sang anak dan Bapak itu sudah di luar Giant, namun berhenti tepat di depan pintu masuk Giant. Terlihat anaknya semakin merayu dari gerak tubuhnya.

Tolehanku yang ketiga : Bapak-bapak itu sedang masuk kembali ke Giant sambil terus melihat daftar harga!

Saya semakin tidak konsen, ingin benar-benar memastikan apa yangterjadi. Saya buru-buru menaikkan Fatih ke atas motor, membayar parkir, dan segera memutararah untuk bisa melihat pemandangan sang Bapak dan anak itu dari dekat. Ya, Saya mengendarai motor Saya ke arah pintu masuk. Dan benar saja, Sang Bapak sedang mengantri untuk membelikan anak perempuannya Giant Fried Chicken, lagi-lagi, masih sambil resah melihat daftar harga.

Pemandangan itu membuat Saya tak tega. Saya hampir menangis dibuatnya. Saya pun memutuskan untuk pulang.

ya Allah.Astaghfirullah...

Saya tak dapat mengungkapkan kecamuk apa yang terjadi pada hati Saya, namun mata Saya menjadi basah karenanya.

Pertama, Saya membayangkan keresahan macam apa yang dirasakan oleh Bapak-bapak itu... Tentu saja, di sisi lain ingin membuat anaknya sedang, tapi di sisi lain, ia mungkin saja tak punya uang, atau mungkin ia punya uang, tapi uang itu akan habis untuk memenuhi permintaan anaknya membeli Giant Fried Chicken itu.

Kedua, Saya ingin selalu belajar dan ber-ikhtiar menjadi Ibu dan istri yang lebih baik lagi setiap harinya. saya akan memperhatikan dalam mendidik anak-anak... Saya tidak ingin anak Saya tumbuh menjadi anak yang tidak peka... anak yang konsumtif, anak yang menjadi korban penjajahan zaman sekarang.. kita ingat tulisan Saya tentang Aldrin Ali Hamka, teman SMA Saya, ia mampu tumbuh menjadi anak yang peka dan memahami kondisi keluarganya.. Pun jika Allah melimpahkan rezeki yang banyak untuk keluarga kami, Saya tak ingin salah mendidiknya menjadi anak yang selalu terpenuhi segala keinginannya..

Ketiga, mungkin saja, Anak itu memang jarang sekali keinginannya terpenuhi, maka sekali-kali tak apalah membahagiakan dan menyenangkan anak... maka di titik ini Saya bersyukur. Teramat bersyukur. Saya tumbuh tanpa pernah merasakan sempitnya keadaan, tapi Saya pun tumbuh dan dididik oleh orangtua yang luar biasa. Yang tak selalu mengabulkan keinginan anak-anaknya, hingga meminta atau mengutarakan keinginan Saya saja - Saya tak berani. Jika itu adalah untuk keperluan akademis, orang tua Saya tak tanggung-tangung. Mulai dari laptop, kalkulator canggih, kamus digital, buku-buku, semuaaa kebutuhan akademis selalu berusaha dipenuhi, sampai diikutkan les ini itu. Tapi kalau urusan pergaulan, kami dibatasi. Baju bebas Saya bisa dihitung semasa masih pelajar. Saya hanya punya 1 baju pesta untuk foto keluarga, atau acara nikahan, sedikit baju pergi, dan beberapa baju rumahan. Saya masa remaja SMA pun bahkan  tak punya handphone pribadi, kalau pun punya sesungguhnya itu handphone milik Ibu juga.


Dalam perjalanan pulang, pikiran Saya masih terus berkecamuk... yang mana dari kesemua itu, pemandangan Bapak dan anak tadi menuju satu muara bahwa :
Bukankah dengan agama, tak ada masalah kehidupan yang tak terpecahkan? Hanya saja manusia sering dan kebanyakan lupa, ke mana mereka harus bergantung, ke mana mereka harus berjalan menuju tujuannya....


melihat dari penampilan luarnya, Bapak itu adalah seorang yang secara ekonomi berada pada tingkat ekonomi rendah, keluarganya pun bisa dikatakan tidak/kurang sejahtera. Itu ditandai juga oleh resahnya Bapak itu melihat daftar harga yang kesemuanya mahal baginya (bagi Saya juga kok).Sedangkan anaknya, tanpa mengerti berapa sisa uang Bapaknya, ia terus saja merengek meminta dibelikan Giant Fried Chicken itu. Hingga Bapak itu pun luluh tak kuasa menolak permintaan sang anak.

Maka dari situlah saya mengambil suatu kesimpulan hikmah: Bukankah dengan agama, tak ada masalah kehidupan yang tak terpecahkan?
Karena apa pun masalahnya, sebenarnya kembali pada Allah adalah jawabannya.. Masalah keuangan, masalah keluarga....

ya Allah, aku memohon pada-Mu rezeki dan hati yang lapang.... rezeki berupa keimanan, ketaqwaan, ilmu, kesehatan, usia yang panjang dan barokah, keluarga yang sakinah mawaddah wa rohmah,  rezeki berupa harta yang barokah,....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar